Saya, Yah Deelat dan Tim Sosial Ekonomi Carbon X




Peneliti SosEk.

Salah satu kebahagiaan berpasangan yang memiliki kemiripan dalam banyak hal, secara karakter, kebiasaan, cara berpikir, spiritualitas dan kebijaksanaan, kami merasakan kebahagiaan ketika selalu bekerja, berkegiatan dan bepergian selalu bersama-sama. Kalau kata Yah Deelat, susah senang kita harus bareng-bareng aja. Karena bagaimana pun rumitnya cerita hidup, saat kami sedang bersama-sama, kami tetap merasa bahagia.

Awalnya, hanya Yah Deelat yang dihired sebagai tim peneliti Sosial Ekonomi di Aceh Besar dan Pidie untuk project Carbon. Namun karena saat meeting di Jogja saya ikut, dan ternyata Carbon X masih membutuhkan satu orang peneliti lagi dan bisa berbahasa Aceh, akhirnya saya ikut juga dihired bergabung di tim Sosial Ekonomi ini. Area penelitian kami di kawasan Konsensus HTI yang awalnya milik PT.ANIP lalu beralih kepemilikan Benefecial Owner (BO) pada petinggi Sinarmas.

Saya belajar banyak hal dari Yah Deelat bagaimana pemerintahan mukim dan adat. Rasanya sudah lama sekali saya meninggalkan Aceh, dan banyak informasi budaya-budaya, aturan-aturan adat yang seharusnya saya pelajari sejak kecil, justru saya pelajari setelah berpuluh tahun hidup di perantauan.

Saat pembagian lokasi, kami dibagi menjadi dua tim. Saya dan Prima penelitian di Aceh Besar, ada tiga desa di sini, Cot Kareung,  Ie Alang Mesjid dan Lambada. Sementara Yah Deelat bersama Tisha, Mas Sigid, bertugas di Pidie. Ada satu desa terakhir yang kemudian kami kerjakan bersama, Desa Kreet Paloh di Padang Tiji.


Bersama Imum Mukim Paloh


Prima teman sekamar saya selama penelitian, lucunya dia selalu antusias setiap kali mendengar saya telponan tiap malam dengan Yah Deelat.

"Sejak awal ketemu sama Mbak Aida dan Bang Affan di Jogja, sampai hari ini kalian itu kayak masih pacaran bukan udah nikah, manis banget"





Project Carbon

Apa sih sebenarnya project Carbon atau bisnis jual beli Karbon. Sebagian orang menduga bahwa bisnis ini mengirim karbon dalam kontainer mungkin ya, lalu dikirim ke Eropa. Padahal enggak begitu kok. Jual beli karbon sebagai bentuk  konsekuensi dan menjadi kesepakatan bersama saat hari bumi Internasional. Bahwa perusahaan-perusahaan yang tidak bisa menurunkan emisi karbonnya, harus mendanai daerah-daerah yang berpotensi memiliki jumlah karbon yang besar, dinilai dari kondisi hutan, penghijauan dan sebagainya.

Menurut saya bisnis Karbon ini bisa menjadi jalan tengah bagi masyarakat dan perusahaan. Karena skema pembelian karbon (Credit Carbon) bukan hanya menjaga kondisi hutan dan lingkungan, namun juga menjadi bagian dari project jasa linkungan yang melibat masyarakat secara keseluruhan. 

Meskipun saat ini regulasi di Indonesia masih berkutat pada RBP (Result By Payment) namun bisnis ini ke depan bisa dipastikan akan menjadi ekonomi baru.

Jadi, selama penelitian berlangsung, saya harus bersama warga, menginterview dan melakukan FGD bersama-sama. Situasi ini menggembirakan, bahkan ada yang sampai menangis bercerita karena sulitnya kondisi ekonomi di gampong. Sampai Bang Nazar (sahabat Yah Deelat) yang ditugaskan mengantarkan saya ke semua lokasi penelitian ini nyeletuk.

"Pemilu ke depan coba nyaleg Aida, kamu bakal banyak pemilih di Aceh Besar.. Hahahha"

Pengalaman penelitian ini menjadi cerita yang menarik untuk dilanjutkan menjadi program bisnis jangka panjang. Hasil penelitian ini sudah kami sampaikan kepada Jejakin, Carbon X yang bermitra dengan Sinarmas. Insya Allah moga berlanjut ke project jangka panjang. 




Comments

Popular Posts