Self Healing Writing Therapy, Cara Pelepasan Emosi Negatif bagi Perempuan Tunanetra
Kebahagiaan terbesar buat saya membersamai teman-teman dissabilitas dan teman-teman yang termarjinalkan lainnya (perempuan ODHA dan anak-anak mereka yang ADHA).
Berikut cerita berbagi saat bersama teman-teman PERTUNI, Persatuan Tuna Netra Indonesia. Terima kasih Mbak Aryani, Pengusaha Kuliner Tuna netra yang selalu bikin saya semangat tiap bertemu dengannya.
Tulisan ini tayang di Persatuan Tuna Netra Indonesia
Bulan April bulannya Ibu Kartini. Di Indonesia, berbagai perayaan diselenggarakan untuk memperingati jasa Ibu Kartini dalam memperjuangkan harkat martabat perempuan di segala bidang. Para perempuan tunanetra pun bersemangat memperingatinya. Melalui Biro Pemberdayaan Perempuannya, DPD Pertuni DKI Jakarta mengadakan kegiatan yang berbeda dari perayaan hari Kartini pada umumnya, yakni Self Healing Writing Therapy untuk para perempuan tunanetra. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 19 April 2019 dan berlokasi di Yayasan Kartika Destarata, Jakarta Barat.
“Ini karena kesehatan jiwa para perempuan tunanetra juga sangat penting,” ujar Ariyani Sri Ramadhani, Ketua Biro Pemberdayaan Perempuan DPD Pertuni DKI Jakarta.
Perempuan yang akrab disapa Yani itu mengungkap alasannya menyelenggarakan Self Healing Writing Therapy untuk Perempuan tunanetra. Setiap perempuan memiliki tuntutan besar dalam hidupnya . Baik sebagai istri, ibu, pelajar maupun pekerja. Apabila tuntutan tersebut ditambah dengan kondisi ketunanetraannya, tak ayal lagi hal tersebut dapat membuat perasaan galau atau stress melanda para perempuan tunanetra. Oleh sebab itu, sebuah pelepasan emosi negatif yang tepat dibutuhkan agar mampu mengurangi beban tuntutan tersebut.
Bersama Aida Maslamah, seorang praktisi Self Healing Writing Therapy yang juga merupakan penulis 21 buku, 11 orang peserta perempuan writing therapy diajak untuk berdamai dengan diri sendiri. Pada sesi pembuka, Aida menjelaskan, bahwa penyakit terbesar kita ternyata ada pada pikiran kita sendiri. Mulai dari berprasangka buruk pada orang lain, tidak percaya diri, merasa tidak dimengerti, merasa direndahkan dan masih banyak lagi.
Memasuki rangkaian sesi therapy, Aida mengajak seluruh peserta melakukan relaksasi dengan duduk bersila di lantai. Selama beberapa menit, Aida membimbing para peserta yang datang dari beberapa daerah di Jakarta ini dengan kalimat-kalimat perenungan yang menyentuh serta iringan musik lembut.
Beberapa menit kemudian, suara isak haru mulai mengisi suasana kontemplasi yang hening dalam ruangan. Aida terus membimbing peserta untuk bernafas dan menetralisir semua perasaan negatif. Seusai praktik relaksasi tersebut, para peserta diminta untuk menuliskan semua perasaan yang mereka rasakan pada secarik kertas. Mulai dari perasaan negatif hingga perubahan positif yang dirasakan. Tahapan ini merupakan proses awal untuk berdamai dengan diri sendiri dan lingkungan serta membentuk karakter baru yang lebih positif.
“Dengan terselenggarannya Self Healing Writing Therapy, DPD Pertuni DKI Jakarta berharap dari jiwa-jiwa sehat Kartini Milenial ini tumbuh insan yang berdaya dan bersinar untuk diri dan sekitarnya,” pungkas Ariyani.*
Comments
Post a Comment