MENCINTAI PADA MAKNA EKSISTENSI BUKAN ESENSI
Apa maknanya mencintai pada eksistensi bukan pada esensi?
Esensi bergerak dalam hal-hal yang disematkan pada diri seseorang, misal esensi cantik, baik, bijak, cerdas. Apapun peran yang disematkan pada seseorang itu adalah esensi yang tersemat pada orang tersebut. Sementara Eksistensial dalam pemaknaan yang bebas, bukan didasari oleh hal-hal yang disematkan pada makna esensi tadi.
Misal, esensi seorang Aida bagi anak saya tentu dengan esensi yang ia pahami, bisa sebagai teman, ibu, orangtua, ceria, riang, charming, banyol atau lainnya. Begitu pula esensi pada pasangan saya, baginya saya sosok yang cerdas, cantik (di matanya), bijaksana, teman diskusi yang seru. Jika pada satu waktu salah satu esensi yang saya miliki berkurang karena beberapa hal misalnya. Karena datang bulan, saya sedikit lebih sensitif, sehingga berbicara dan mengambil sikap tidak begitu tenang. Contoh yang lain, karena usia kami yang semakin lama bertambah tua, bisa jadi kecantikan saya berkurang, kerutan dimana-mana, kolagen semakin menipis, apa lantas dia tidak mencintai saya lagi?
Mencintai seseorang pada kedalaman eksistensinya, akan bertahan lebih lama, karena jiwa kita belajar membebaskan diri dari tujuan-tujuan mencintai pada makna esensi, bukan pada eksistensi wujud dari dirinya.
Maka sederhananya, lagi-lagi saya akan mengambil contoh diri saya sendiri, bahwa anak saya bagaimanapun karakternya, fisiknya, perjalanan kisahnya, tapi saya akan tetap mencintainya sebagai anak saya.
Lalu, bagaimana jika kita mencintai seseorang pada esensinya?
Esensi hanya sebagai sebab-sebab awal yang mengantarkan seseorang untuk mencintai oranglain dalam makna yang sebenarnya.
Tapi, kepada anak atau orangtua, bisa saja kita akan mencintai dengan demikian. Namun jika pada pasangan, bisa kah mengalami hal yang sama?
Saya akan jawab sangat BISA. Saat jiwa kita, energi, ketertarikan, peminatan, kenyamanan, rasa exited bersamanya bisa membawa kita tetap mencintainya dengan segala esensinya, meski satu waktu esensinya akan berkurang. Tapi bagi pasangan, kita akan tetap dinilai bijaksana meski saat lelah terkadang marah, tetap dinilai cantik dalam kondisi berkelebat dengan jarum suntik di ruang ICU, tetap terlihat menarik dan charming saat bercerita tentang ide-ide meski saat itu uban sudah memenuhi rambutmu.
Selamat mencari pasangan yang mencintaimu karena eksistensialmu, bukan pada esensi dirimu semata. Karena ketika esensimu tidak tersematkan lagi, maka ia tetap mencintaimu seadanya dirimu.
Salam
Aida Ahmad
Insight-Relationship
Comments
Post a Comment