"Make" or "Break" Brand Mario Teguh?
Mario
Teguh trending topic di twitter pasca pengakuan seorang pemuda yang mengaku
sebagai anak dari Mario Teguh.
Kira-kira seperti itu sekilas berita yang saya baca di media online dan beberapa status teman di sosial media.
Saya
tidak ingin membahas tentang kelumit masalah yang sedang dihadapi oleh
Motivator kawakan ini, karena bicara masalah, dari kelas manapun kita akan
berhadapan dengan masalah. Namun, saya lebih tertarik melihat sisi BRAND atau
PERSONAL BRANDING Mario Teguh sebagai seorang Motivator.
Setahun
lalu dalam sebuah diskusi bersama pakar Branding dengan pendekatan Ethnografi,
Amalia E. Maulana, saya mendapatkan sebuah definisi tentang Personal Branding, bahwa Personal Branding bukanlah sebagai
pencitraan, namun lebih dikhususkan lagi, adalah brand seseorang yang berbeda
dengan yang lainnya, dengan sepaket janji dari Brand itu sendiri.
Sama
halnya seperti yang pernah terjadi pada Aa Gym beberapa waktu lalu, brand
beliau sebagai sosok pemimpin dengan tagline “Manajemen Qalbu” sempat membuat
terluka para jamaahnya yang sebagian besar adalah kaum ibu, setelah keputusan
Aa menikah untuk kedua kalinya.
Jika
dalam sebuah produk, hal ini juga pernah terjadi pada brand sekelas Coca-cola yang
sempat mengalami kemarahan publik, karena adanya penggantian formula pada Coca
cola. Karena publik merasa memiliki brand Coca cola, untuk menangani protes
dari publik, pengelola Coca cola kembali meluncurkan label Classic Coke.
Apa
yang dialami Mario Teguh hari ini, juga sebuah ujian brand, entah kemudian ada
reposition dari Brand itu sendiri atau tidak. Sebagai seorang motivator,
setidaknya yang sudah dijanjikan dalam banyak performanya. Om Mario banyak
menampilkan romantisme suami istri, bagaimana rumah tangga yang harmonis, ayah
yang menyenangkan, nasihat-nasihat yang mendamaikan.
Brand
Mario Teguh sedang diuji, di sinilah bisa dikatakan ia sebuah Mega Brand atau
tidak, kuatkah Brandnya atau tidak. Namun perlu diingat sekalipun Mega brand, selalu akan ada pro dan
kontra. Ini juga yang terjadi pada Brand Michael Jackson, hingga hari
pemakamannya, fans yang melimpah ruah, di antara berita-berita yang kurang
menyenangkan. Namun, tetap saja MJ penyanyi pop legendaris yang tak
tergantikan.
Menurut Amalia, E Maulana, sebuah
brand dikatakan kuat atau lemah, ketika sekelilingnya melakukan pembelaan, bisa
dilihat dari para sahabat brand yang loyal, bahkan siap menulis segala kebaikan-kebaikan
tentang brand demi menjaga brand. Dan satu hal lagi adalah pemenuhan dari paket janji dari brand itu sendiri.
So,
make or break Brand Mario Teguh?
Bahan Bacaan
* Brandmate, Personal Branding, Amalia E. Maulana
* 100 Kisah Klasik Pemasaran.
Jakarta, 8 September 2016
Aida, M. A
Comments
Post a Comment