I'm HOPE Bukan Drama Biasa
Saya pikir sahabat Koalisi Online Pesona Indonesia (KOPI)
memiliki pertemuan, chemistry lalu tercipta perjodohan yang manis dengan film
I’m HOPE, film drama yang mengangkat perjuangan seorang survivor kanker. Saya
masih ingat bagaimana kami hadir mendukung segenap pemain #ImHOPETheMovie
bersama Tim produser Alkimia, Wulan Guritno, Janna Soekasah dan Amanda Soekasah
saat penyerahan bantuan dana di rumah sakit kanker Dharmais-khusus bangsal anak
pada 19 Januari 2016 yang lalu. Tidak berhenti di situ, KOPI juga hadir pada 4
Februari 2016 di acara penggalangan dana konser amal bersama RAN, Yura, Alexa
dan Indri sebagai pengisi OST dari film I’m HOPE ini sendiri, hingga kampanye
peduli kanker 7 Februari 2016 lalu. Di Car
Free Day.
Hari ini 9
Februari 2016, kami kembali menjadi rekan yang akan mendukung I’m HOPE lewat
pre screening penayangan film I’m HOPE di Epicentrum-Jakarta. Setelah rangkaian dari beberapa kegiatan
sebelumnya, saya pribadi merasakan, betapa luar biasa semangat sahabat-sahabat
dalam lingkaran produksi film I’m HOPE ini. Maka wajar, kemudian banyak yang
berkomentar di setiap postingan saya mengenai berita I’m HOPE ada harapan
besar, agar film ini mampu memberikan semangat sekaligus hiburan bagi siapapun
yang menontonnya, namun lebih dari itu, bagi saya ada ekspetasi yang lebih
bahwa film ini juga mampu mengetuk pintu hati banyak orang agar peduli tentang
kanker dan bersiap menjadi seorang warrior kanker.
Tepat pukul
15.30, kami sudah duduk di seat masing-masing. Sebelum film dimulai layar
menayangkan tentang kegiatan-kegiatan para warrior Kanker, tampak para produser
Alkimia di sana, sebagai latar belakang dan menunjukkan inilah yang mendasari
pembuatan film ini. Kegiatan sosial dan dukungan terhadap kanker.
Film dimulai
dengan narasi seorang gadis bernama Mia (Tatjana) yang memiliki ayah (Tyo
Pasukadewo) seorang composer hebat dan ibu (Febi Febiola) seorang sutradara
teater terkenal di Indonesia. Narasi itu terdengar pas membuka cerita, seperti
kisah para putri di negeri dongeng, bagaimana kisah dimulai, bergerak mencapai
satu titik saat ini, bahwa Mia kehilangan ibu yang sangat ia cintai karena
kanker. Tentu efek dari vonis kanker tadi ikut mempengaruhi ekonomi keluarga
Mia, untuk kebutuhan perawatan ibunya, meski kemudian Ibunya pun meninggal
dunia. Sampai di sini, saya sangat menikmati film ini, dan bisa langsung
menetapkan bahwa film ini bisa ditonton anak saya yang baru berusia 8 tahun.
Sepanjang
film berlangsung, saya sudah mencatat beberapa hal yang menjadi fokus dan
kelebihan dari film ini. Katakanlah seni peran, teater. Tidak banyak film yang
mengangkat tokohnya seorang sutradara teater, namun Mia justru seorang
sutradara teater yang mengarahkan banyak hal dalam pekerjaannya, bagi saya
teater sebuah karya seni yang kompleks dibanding yang lainnya, karena ada seni
peran, seni lukis, musik, tarian dan artistic yang dijadikan menjadi satu wadah
bernama teater.
Menarik
lainnya, sosok Mia dan Maia, dua orang ini sebenarnya satu. Maia karakter
imaginasi yang dihadirkan oleh Mia sejak ia kecil dan Maia semakin sering hadir
saat Mia mengalami masa-masa berat kehilangan Ibunya, hingga Mia pun divonis
kanker di hari ulang tahunnya, Maia ada dan menjadi karakter penyemangat bagi
Mia.
Karakter Mia
ini sangat unik menurut saya, berbeda dengan orang-orang yang sudah divonis
kanker mengalami down dan hilang semangat hidup, akhirnya karena pikiran dan
ketakutan sendiri, sel kanker menjalar lebih cepat dari sebelumnya. Karakter
Mia justru sebaliknya, saya menemukan semangat luar biasa dan keteguhan
pendirian dari karakter Mia, Tatjana memerankan Mia dengan sangat apik, manis
dan sangat tegas. Saya ikut merasakan bagaimana persistennya Mia untuk tetap
bisa menyutradarai pertunjukan teaternya. Semuanya terasa tidak berlebihan, pas
sesuai dengan komposisinya.
Karakter
ayah, om Tyo Pasukadewo benar-benar memukau saya, bagaimana seorang ayah yang
sangat bertanggung jawab, penyayang tiada dua, namun tetap terlihat cool dan
mampu membuat saya terenyuh meski gambaran kegusaran hatinya dalam film ini
tidak disajikan dengan tangisan dan linangan air mata, cara bersedih yang
menawan penonton dan pesan itu tersampaikan, bahwa sebagai ayah, dia sangat
khawatir akan kehilangan lagi. Semua scene saat Mia dan ayahnya, selalu memukau
saya, apalagi mengingat kampanye parenting akhir-akhir ini yang meminta ayah
kembali ke rumah, menjadi ada benar-benar ada untuk anak-anak mereka, pola asuh
ayah sangat dinanti untuk perkembangan kejiwaan anak, dan di film ini saya
menemukan “Ke-ada-an nya seorang ayah” dalam mendukung anaknya.
Sulit bagi
saya mencari kekurangan dari semua aktor yang bermain dalam film ini. Mulai dari David (Fachri Albar) yang menjadi kekasih
Mia, warriornya Rama Satya (Aryo Wahab) semuanya memenuhi karakter mereka
masing-masing dengan komposisi yang pas. Begitu juga dengan beberapa sponsor
yang mendukung film ini, dihadirkan dengan sangat soft, tidak terkesan
dipaksakan, seperti blue bird saat Mia memesan taksi, atau Wardah saat Mia
didandani, semuanya diletakkan pada tempat yang sesuai tanpa terkesan
dipaksakan dan tempelan.
Apa lagi
yang menarik? Musik OST mengambil peran penting dalam film ini, meski beberapa
lagu lawas yang mewarnai beberapa scene film ini, tapi tak mengurangi
pesonanya, lagu lawas yang diarransement ulang, seperti lagu bunga, saya masih
terngiang-ngiang dengan lirik “Oh kasih…
Jangan kau pergi, tetaplah kau selalu di sini…Jangan biarkan diriku sendiri”
bagian inipun mampu menyentuh saya ketika Mia terpaksa kembali dirawat karena
kanker yang ia derita.
Saya percaya
bahwa penyakit adalah bagian dari ketentuan Tuhan, dan hanya orang-orang
tertentu yang diberikan penyakit adalah orang yang dianggap mampu melewati ini.
Sosok Mia membuat saya menyadari satu hal, bahwa Tuhan memberikan sebuah ujian
karena IA yakin kita mampu melewatinya, karena kita adalah pilihan-Nya.
Saya menemukan
pointnya di sini, film ini bukan film drama biasa. Bagi survivor, tentu ini menjadi penyemangat,
bagi warrior ini akan menggerakkan sisi-sisi humanist kita, bahwa banyak orang
di luar sana yang perlu disemangati, mendapat dukungan dan keyakinan, karena
dengan cinta dan dukungan saja, para survivor mampu berpikir positif,
bersemangat untuk tetap melanjutkan hidup mereka.
Selamat
untuk Alkimia Production, selain sangat memotivasi, menghibur, film ini semoga
menjadi ladang amal, dan dinilai kebaikan di sisi Tuhan. Amin. Saya beri 4
bintang dari 5 bintang untuk film I’m HOPE, Bravo!.
Tonton teasernya di sini
Jakarta, 10 Februari 2016
Aida, M.A
Jadi penasaran sama film ini. Sangat menarik sekali saat sy membaca resensi dari kak Aida. Siap nonton deh. Trimakasih ka Aida
ReplyDeleteada gelang HOPE juga loh...keren, setiap penjualannya untuk pendirian House of HOPE
DeleteMenarik sangat ulasannya Kak Aida, semangat Mia luar biasa dalam menghadapi realita kehidupan. Pantang menyerah untuk menghidupi semangatnya.
ReplyDeletenonton lah yuk..
Delete