3 (Alif Lam Mim) Kritis, Cerdas, Berisi. Tapi Mengapa Turun Layar?
Informasi Film
Judul film : 3 Alif Lam Mim
Rilis : September 2015
Genre film : Action Thrilller
Sutradara : Anggy Umbara
Produksi : Raam Punjabi
Writer : Anggy Umbara
Distributor : Fam Pictures & Multivision Plus
Cast : Cornelio Sunny, Abimana Aryasatya, Agus Kuncoro, Prisia Nasution, Cecep A.
Rachman, Tika Bravani, Verdia Soelaiman, Peit
Pagau, Donny Alamsyah, Tata Ginting, dan Teuku Refnu.
Film
3 (Alif Lam Mim) garapan Anggy Umbara ini tersentral pada 3 tokoh utama Alif,
Lam dan Mim. Dengan mengambil setting futuristic, Jakarta pada tahun 2036.
Jika
ingin ditentukan premis secara bebas, film ini ingin menunjukkan bagaimana tiga tokoh utama Alif,
Lam (Herlam) dan Mim (Mimbo) yang tetap berada pada keyakinan, kebenaran dan
tauhid, lalu berjuang pada profesi mereka masing-masing di tengah gempuran dan
segala permainan liberalis.
Alif,
Lam dan Mim digambarkan sebagai tiga orang sahabat yang sama-sama belajar di
pondok pesantren Al-Ikhlas yang kemudian memilih passion mereka masing-masing,
Alif sebagai aparat keamanan, Lam seorang jurnalis dan Mim yang mendedikasikan
dirinya di pondok pesantren Al-Ikhlas. Konflik utama terjadi ketika kasus
peledakan bom terjadi di sebuah café. Tentu ini menjadi masalah ketika
Indonesia digambarkan dalam kondisi telah melewati masa-masa revolusi pada
tahun 2026.
Sumber foto sini |
Setidaknya,
ada beberapa hal yang menjadi cermatan dalam film garapan Anggy Umbara ini.
Sinematografi, jika suka film action
tentu tidak akan lekang dari adegan duel yang mendebarkan, dan adegan action
dalam film ini mengingatkan saya pada Matrix dan film-film action sejenis
lainnya dengan kualitas pencahayaan yang proporsional, teknologi yang canggih
dengan momentum adegan yang mendebarkan pada detik-detik adegan dengan slow
motion. Ditambah musik latar yang dark, sisi ini tampak digarap maksimal. Dan yang menarik dari adegan duel ini, justru pada jenis bela diri yang digunakan, yaitu Silat. Ini sangat menunjukkan kekhasan Indonesia.
Alif dan Mimbo di depan pondok pesantren Al-Ikhlas. Sumber foto sini |
Plot, Alur cerita campuran alur mundur
disajikan berulang kali pada tiap adegan, namun hebatnya meski diajak
maju-mundur dan maju-mundur lagi, penonton tidak akan kehilangan makna, setiap adegan menjadi
sebuah jawaban dengan sekelebat pertanyaan di benak penonton dari awal film ini
dibuka, seperti sebuah penyerangan beruntun, dan penonton harus mencari jawaban
dan benang merahnya pada setiap adegan.
Dialog, bagian yang sangat penting
dalam sebuah film adalah dialog, dialog juga sebagai penyampai pesan film
kepada penonton, sekaligus menjadi karakter dari setiap tokoh dalam cerita.
Alim, Lam, Mim. Memiliki dialog yang kritis, lugas, bermakna. Dialognya menjadi
sangat garang ketika tokoh-tokoh bersinggungan, namun bisa menjadi sangat
menyentuh hati pada adegan-adegan drama. Sehingga tokoh-tokoh yang dihadirkan
tampak natural dan manusiawi. Ini tentu pula didukung oleh acting para pemain
yang sangat menjiwai perannya masing-masing. Penonton akan menemui wajah-wajah Cornelio
Sunny, Abimana Aryasatya, Agus Kuncoro, Prisia Nasution, Cecep A. Rachman, Tika
Bravani, Verdia Soelaiman, Peit Pagau, Donny Alamsyah, Tata Ginting, dan Teuku
Refnu dalam film ini.
Foto dari sini |
Ada
film yang bisa diskip pada bagian-bagian tertentu jika alurnya terlalu lambat,
tapi ini tidak berlaku pada film ini. Saran saya, tontonlah dari awal sampai
akhir, karena menonton bagian awal saja seringkali membuat penonton salah
persepsi, lalu nikmati dan cari jawaban dari sisi tengah dan berakhir dengan hal
yang sangat mengejutkan di ending.
Jika
mencari sisi lemahnya dari film ini, saya hanya sedikit bertanya-tanya pada
beberapa setting bangunan di era 2036, dihadirkan tak begitu kontras dengan
kondisi Jakarta hari ini. Masih tetap ada gedung pencakar langit, rumah-rumah
kaum marginal.
Lalu,
jika film ini demikian apiknya, mengapa banyak yang turun layar? Terlalu
kritiskah? Terlalu beranikah membongkar scenario liberal, atau adakah yang
merasa tersindir dengan pemberantasan terrorist? Atau memang sebagai penonton Indonesia kita
masih memilih film-film keluaran Hollywood? Jawabannya hanya bisa dijawab
setelah menonton film ini.
Bagian
akhir, saya culik beberapa potongan dialog yang sangat menginspirasi bagi saya
dalam film 3.
“Aku enggak mau menjadi istri yang membuat
suaminya tuli, enggak bisa mendengar kata hatinya sendiri, kamu yang
mengajarkanku untuk tidak bergantung pada uang dan berani menghadapi dunia
ini.” (Gendis, istri Lam)
“Tetaplah berjuang, jangan pernah ada
kata-kata menyerah” (Laras, kekasih Alif)
“Tak akan pernah benar, kebathilan
ditumpas dengan kebathilan” (Kiyai Mukhlis)
Aida M.A
Penulis.
Nice review... Kalo boleh nambah, film ini hanya layak ditonton oleh orang dewasa karena beberapa adegan kekerasan dalam film ini tidak layak ditonton anak-anak
ReplyDeleteSiap...Nanti ditambahkan. Thanks kak boby.
ReplyDelete