BAIT SEBELUM PULANG
BAIT SEBELUM PULANG
Derap langkah menuju pulang terlalu senyap.
Kota Rabat seketika semakin bisu dan bungkam.
Kota Rabat seketika semakin bisu dan bungkam.
Hanya lambaian Eucalyptus berbaur temaram lampu jalanan saja
yang mampu menerjemahkan diam.
Kita berdua serupa waktu yang telah kehilangan nada dan
lagu.
Mencoba menyusun ritme pada pecahan ombak di dinding khasbah Udaya.
Kita bersama menganalogikan senja di ujung buritan, sambil menerjemahkan pekikan camar.
Namun.. tak terkendali kutambahi rukun Iman, serupa sila ke-enam yang kutambahi satu menjadi rindu yang teryakini.
Mencoba menyusun ritme pada pecahan ombak di dinding khasbah Udaya.
Kita bersama menganalogikan senja di ujung buritan, sambil menerjemahkan pekikan camar.
Namun.. tak terkendali kutambahi rukun Iman, serupa sila ke-enam yang kutambahi satu menjadi rindu yang teryakini.
Pada derap langkah menuju pulang…
Bisik angin di Mehdina, aroma rumah di Kenitra dan pada percikan ombak lautan Atlantik.
Menjelajahi setiap inchi pori-pori rasaku.
Bisik angin di Mehdina, aroma rumah di Kenitra dan pada percikan ombak lautan Atlantik.
Menjelajahi setiap inchi pori-pori rasaku.
Kusangka ini hukum alam, ternyata melebihi isyarat Moza.
Karena kita baru belajar merajut rindu
pada bait pertama matamu belajar berkata.
Kita berada pada gelombang yang serupa,
Meraih leburan pada frekuensi yang sama
Bukan hanya pada mata yang menautkan aksara,
Namun pada energi hati yang sedang menautkan jiwa.
Nanti… Janjiku kan kembali pada Rabat, Marracheh, Cassa, Kenitra.
Tunggu aku, pada jejak kakiku yang kau tatapi.
Tunggu aku, pada jejak kakiku yang kau tatapi.
Rabat, 07 Oktober
2014
Menjelang pulang….
Ada kata yang
tertahan, meski cinta tak musti diluahkan.
Hanya rindu yang bertaruh
janji bahwa jejak kaki harus kembali
di sini…
Terimakasih adik-adik
PPI Maroko pada setiap detik kehangatan.
Comments
Post a Comment