Mengapa Kita Harus Promo?
Setahun lalu saat saya diminta berbagi
sedikit hal tentang kelas peminatan di FLP Ciputat UIN Syarif Hidayatullah,
saya ditanyai salah seorang mahasiswa, kira-kira pertanyaannya seperti ini.
“Kak,
kalau buku kita sudah terbit, apa yang harus kita lakukan setelah itu?”
Saya
tersenyum saat pertanyaan itu dilontarkan dari seorang penulis muda dan pemula
ke depan saya. Ayooo ngaku, sebenarnya pertanyaan ini juga pernah nongol di
benak kita masing-masing kan? pasca sebuah buku terbit, apakah akan menjadi akhir
dari segalanya? :D, euphoria kebahagiaan buku terbit itu luar biasa loh, tapi
apa benar itu menjadi akhir segalanya?
Sebagian malah lebih ironis lagi, begitu
buku sudah terbit, malah berpikir cukup hanya ungkang-ungkang kaki saja lalu
per enam bulan kemudian kita akan menerima laporan penjualan. Ketika hari
pembagian royalti itu tiba, lalu tiba-tiba mendadak pingsan, karena nilainya di
luar dari ekspetasi. Kamu pernah? Saya mah sering, udah biasa kaget lihat
laporan penjualan (hahahhah).
Sudah rahasia umum ya, bahwa rahasia dari
sebuah produk itu laku atau tidak, salah satunya adalah dari sisi strategi
marketingnya di samping kualitas content dari produk itu sendiri tentunya.
Tante JK Rowling sendiri dalam setahun
punya agenda tertentu untuk memasarkan dan memperkenalkan Harry Potter series,
dalam setahun ia melakukan riset untuk tulisannya selama 4 bulan, 4 bulan
kemudian dia mulai menulis dan merancangnya menjadi sebuah naskah buku, lalu 4
bulan selanjutnya adalah agenda promo ke seluruh negara. Itu untuk sekelas JK
Rowling loh, masih tetap melakukan promo untuk bukunya sendiri.
Lain halnya lagi, ketika Andrew Matthews
“The Happiness” terbit, ia sendiri yang berjalan hampir di semua toko buku di
Singapore, sambil membawa white board
dan spidol untuk menggambar sekaligus promo bukunya yang memang sebagian isinya
adalah karikatur hasil coretan tangannya sendiri. Entah berapa lama ia keliling
di Singapore, lalu mulai mendapat perhatian banyak pembaca yang bisa
menerbangkannya ke seluruh penjuru dunia, bahkan ia mengakui, sekitar 60 kali
mengalami delay penerbangan dan 18 kali kehilangan bagasi selama perjalanan
promo bukunya.
Di Indonesia sendiri, Ahmad Fuadi “Negeri
5 Menara” juga mengakui, sebelum novel tersebut dirilis, ia sudah
membagi-bagikan sebagian file naskah novel tersebut kepada beberapa teman yang
kira-kira memiliki minat dan pengaruh yang besar dalam dunia literasi.
Harapannya apa? akan ada banyak informasi, ketika diblow-up dari mulut ke mulut tentang kelebihan novel tersebut,
sehingga begitu novel Negeri 5 Menara dirilis, langsung laris manis bak kacang
goreng di simpangan jalan.
Ini hanya gambaran beberapa penulis yang
sudah memiliki nama besar baik di dunia mau pun Indonesia. Nah, pasti timbul
pertanyaan, kenapa sih harus bersusah-susah melakukan promosi?
Pertama,
produk yang kita hasilkan sebagai seorang penulis adalah buku, ketika sebuah buku terbit, tujuan utamanya
tentu untuk menarik pembaca untuk mencari dan membaca buku tersebut. Semakin banyak buku tersebut dicari dan
dibaca orang, bisa jadi menjadi salah satu indikator buku tersebut baik dari
sisi penjualanya.
Kedua,
Buku, terutama yang diterbitkan oleh penerbitan, ada modal besar yang harus
dikeluarkan untuk mencetak sekitar 3000 eksemplar misalnya. Hitung-hitungannya
bisa mencapai angka 30juta (tentative)
hingga buku diwraping dan
didistribusikan ke toko-toko buku. Ada biaya produksi yang harus dipikirkan
untuk kembali ke penerbitan, makanya tidak heran, ketika sebuah penerbitan
menerapkan kebijakan tertentu dalam hal penilaian naskah, ada seleksi isi
naskah yang harapannya nanti begitu disodorkan ke pasaran akan mendapat feed
back yang baik pula. Ini akan mempengaruhi modal yang harus penerbit keluarkan.
Ketiga,
Idealisme penulis, point ini saya maksudkan, bahwa setiap penulis harus
dihargai karyanya, setiap penulis harus bangga memiliki sebuah karya, apalagi
jika karya tersebut memiliki ide gagasan yang mampu memberikan pencerahan dan
manfaat ke banyak pembaca, sangat disayangkan jika tidak diperkenalkan kepada
khalayak ramai prihal ide dan gagasan yang disajikan dalam buku tersebut.
Sebagian penulis ada yang mengatakan,
bahwa ia menulis tidak perlu promo, saya hanya menjadikan menulis sebagai
ladang dakwah… statement seperti ini
memang bikin saya salut luar biasa, tapi bagaimana jika buku harus mencapai
tujuannya yaitu menebarkan kebaikan dalam bahasanya tadi adalah dakwah jika
tidak diperkenalkan pada banyak orang, yaitu kepada pembaca? Setidaknya itu
yang saya pelajari ketika Syekh Ali Jabeer mengadakan Conference Pers saat launching bukunya bulan Maret lalu, supaya
maksud dari ditulisnya buku “Cahaya dari Madinah” tersebut tersampaikan ke
banyak orang ucap beliau saat itu, Inshaa Allah ya Syekh.
Keempat,
Kegiatan promo memiliki potensi untuk meningkatkan penjualan atau menurunkan
penjualan. Pada akhirnya kegiatan promo memang akan mempengaruhi modal
penerbitan dan royalti penulis. Bagian akhir ini nih yang sering bikin penulis
pemula patah hati. Olala….Royaltiku hanya segini? Setelah ditunggu selama 6 bulan pula…heheheh
Memang kenyataannya setiap buku punya
nasibnya sendiri. Ada yang kemudian harus jadi selebtweet dulu, follower banyak
dan buku laris manis, ada yang kemudian selalu membawa buku-bukunya setiap kali
ada event workshop kepenulisan (kalau ini saya bangettt xixixix) tapi ada juga
yang bukunya jadi booming karena
penulisnya bunuh diri (nahh looo hahahah) buku booming, penulisnya udah di alam barzah hehehe..
Setidaknya
empat alasan di atas cukuplah menjadi alasan bagi penulis dan penerbitan
“Mengapa Kita Harus Promo?” seperti judul dari tulisan ini sendiri.
Segalanya sesuatu itu memang harus
diusahakan terlebih dahulu, supaya tahu efek dari sebuah usaha, saya pikir ini
jauh lebih menarik daripada kita memilih diam dan ujung-ujungnya ngedumel
(hehehhe).
Memang benar, bahwa ada buku-buku tertentu
yang pasti akan laku dari sisi penjualannya ketika dipertaruhkan di meja
tender, misal seperti buku-buku sekolah, buku wajib yang dipakai oleh semua
anak-anak sekolah di seluruh Indonesia, itu sudah pasti menghasilkan income
yang besar bagi penerbitan dan penulisnya sendiri, bisa beli rumah loh
(hahahha). Tapi, tentu saja tidak semua penulis menulis buku-buku pengayaaan J.
Jadi sahabat penulis, mari kita promo
karya ini, hasil pikir kita yang sudah berbulan-bulan kita pikirkan bahkan ada
yang sudah bertahun-tahun sehingga menghasilkan sebuah buku. Bangga ketika buku
terbit sangat penting, namun jauh lebih bangga lagi ketika buku itu banyak
dicari, dibaca orang lain dan bonusnya adalah royalti bagi penulis (heheh.)
Selamat berkarya ya…Selamat promo juga.
Salam
Aida,
M.A
Setuju sekali Mbak Aida, kalau kita harus promo bahkan sebelum buku kita muncul atau terbit, kita masuk dulu ke masyarakat sehingga tahu siapa-siapa yang ingin membeli atau memiliki buku kita..
ReplyDelete