Tentang Mentor Saya
Kak Mentor Qin Yang Keren :P |
Setelah sedikit beradu argumentasi dan sebuah rayuan maut, akhirnya saya bisa juga pergi tanpa rengekan Nazira, putri saya yang baru berumur 3,5 tahun. Mana mungkin saya bisa mengais ilmu sore ini jika Nazira ikut serta, karena pasti saja fokus saya akan terbagi.
Tempatnya di Rumpus, UIN Syarif Hidayatullah. Begitu kata Mawza mentor saya
yang berparas manis. Entah dimana tepatnya bangunan yang disebut Rumpus itu,
yang pasti saya derukan saja scoopy hitam milik saya menuju Syahid, selebihnya
mah gampang tinggal nanya kanan kiri pasti ketemu bathin saya begitu
bersemangat.
Sengaja saya parkirkan motor saya di Masjid tepat di samping Rumah Sakit Syahid
dengan maksud biar lebih cepat sampai dan tak perlu memutar arah, tinggal menyebrang
jalan saja, pasti lebih cepat pikir saya.
Ternyata ini di luar perkiraan saya. Rumpus yang dimaksud itu ternyata berada
di luar pagar gedung UIN, info itu pun saya peroleh setelah saya menelpon
Saeful, kepala suku kelompok mentoring kami. Terpaksa saya harus percepat
langkah saya, jam di tangan pun sudah menunjukkan pukul 16.10 WIB. Saya pasti
tidak rela jika dianggap miss late (dibaca; emak-emak) oleh teman-teman satu
kelompok.
Satu, Dua, Tiga, Empat...Ternyata menuju Rumpus lebih dari Empat langkah
ditambah jalan setapak yang tidak datar. Sementara sore ini saya mengenakan
high heels 7 cm yang menambah tinggi saya menjadi 176 cm (dibahas :P). Tak
mengapalah sedikit olah raga di sore hari menghilangkan sebagian lemak di perut
saya. Yang penting tetap semangat.
Akhirnya saya sampai juga di tempat yang bernama Rumpus. Larak lirik kanan kiri
ternyata semua sudah datang. Sedikit ngos-ngosan saya duduk di samping Kak
Mentor Qin Mahdy, sengaja saya memanggilnya kak, walaupun lebih muda beberapa
tahun dari saya tapi Ilmunya lebih banyak dari saya. Biarlah saya memanggilnya
“Kak Qin” mudah-mudahan dia ikhlas (nyengir dulu).
Semua mengumpulkan tugas. Reza yang membawa Berita, Saeful dengan artikelnya,
Aziz dengan cerita Turkinya, Dhea membawa puisi, Fitri membawa makalah, lalu
saya dan Hermansyah membawa Cerpen. Lengkaplah jenis tulisan yang kami bawa
sore ini.
Satu persatu tugas mulai dibahas. Mulai dari membahas kelebihannya sampai
kekurangan tulisan yang kami bawa. Saya fikir memang harus seperti itu, jika
semua sudah benar tentu saja kami tak perlu bersusah payah ikut kelas mentoring
ini.
Ada hal – hal yang saya sukai dari kelompok mentoring ini “komunikatif dan open
minded”. Setiap pertanyaan selalu mendapat jawaban, itu hal yang menarik buat
saya. Salah satu cara transfer ilmu yang dianggap cukup efektif adalah tanya
jawab dan itu terasa lancar dalam diskusi kami sore ini. Tidak melulu
membahasnya secara text books yang membosankan, dan tidak didominasi oleh
mentor saja. Namun kelompok ini yang difasilitasi oleh Kak Qin dan Mawza sukses
memberi sebuah kesan “menyenangkan” buat saya.
Berada dalam kelompok mentoring ini mengingatkan saya Tujuh tahun lalu saat
masih menjadi mahasiswa. Ada semangat teman-teman sekelompok yang mulai
menulari saya kembali bagaimana rasanya belajar dalam lingkungan mahasiswa,
maklumlah sejak lima tahun lalu selain mengajar dan menulis, saya menjadi anak
rumahan. Ya, dengan kata lain saya mendapatkan kobaran semangat dari mereka
yang jujur membuat saya envy setengah mati, lha.. Semuda itu mereka punya karya
yang “wah”.
Scoopy saya melaju kencang dalam perjalanan pulang, di antara debu jalanan dan
asap knalpot mobil dan motor yang membuat saya terbatuk-batuk. Saya tak ingin
dapat omelan Nazira karena terlambat pulang, lalu biasanya dia akan menagih
cerita apa saja yang saya lakukan hari ini.
Sambil menikmati Kraddy Patty alias Beef Burger, saya membisiki Nazira sebuah
kalimat “Bun-bun punya mentor yang hebat dan teman-teman yang luar biasa”.
Entah mengerti atau tidak, yang pasti kini dia tersenyum, masih sambil
menikmati Kraddy Pattynya.
******
Jakarta, 19 Oktober 2011
Ganbatte kudasai...
Acha cha Fighting (khusus buat Kak Qin, karena selalu menukar
Jepang menjadi Korea)
Aida MA
On prime of that, they've amazing customer service and an unbelievable welcome bonus that's split between their poker and their on-line casino. And on prime of that, they managed to stability an honest little live vendor casino as nicely. It’s no shock why many think about gamblers Red Dog Casino to be one of many best possible casinos in California. https://casino.edu.kg/yesbet88.html It has become well-known for its responsive customer assist, and a stable number of RealTime Gaming slots and table games.
ReplyDelete