Wingman
Waktuku serasa berhenti berdetak saat kau hadir perlahan. Menyesap ke-tiada-anku ke dalam ada-anmu. Bersama desau angin yang memerih rindu meradang. Ku lihat kau sekilas dengan sayap terkembang menyapaku dengan senyuman.
Arakan awan mengiringi setiap kepakan sayapmu, merindu, mengeram, meronta akan cinta yang terpasung oleh kabut ketakdayaan kita. bukankah cinta bukan hanya urusan mata, namun cinta mengaitkan hati dalam jarak tak berjarak. Merangkai kasih dalam kisah walaupun nyatanya nista.
Walaupun berselimut penantian, kita tetap harus mengunyahnya bersama. Dunia kita ada waktunya ucapmu. Kita semakin terluka, saat harus memendam kata, mengeram rasa. Menjadi setia menanti hujan melemparkan kita dalam setiap abdjad terakhir yang menjadi titah dari yang kuasa.
Langkahku selalu menuju arahmu. Mengapa rindu ini selalu membutuhkan jarak. Jarak mataku memandang ketulusanmu, jarak tubuhku yang ingin membekapmu dalam rangkaian rindu. Jarak kenyataannya yang hanya kucecap dalam sebaris kata-kata saja.
Aku dan kau adalah absurd. Hanya terangkai dari desahan angin, tercipta dari ribuan mili titik hujan. lalu hanya menjadi nyata dalam dekapan sayapmu yang kau rentangkan saat malam menjelma menjadi rindu yang tak terperikan.
Kemarilah,...rasakan setiap sentuhan sayapku yang memelukmu erat, kan kuajari kau bagaimana membuat rindu ini indah, kan kuajari kau bagaimana menjadi wanita dandelion dalam hatiku.
Rentangan sayapmu melingkupi tubuhku. Kita bertemu dalam gelombang alpha. Memanggut rindu pada tiap bibir yang basah. Selanjutnya biarkanlah desiran angin yang hampa mengartikan semuanya tentang rahasia di balik sayapmu.
Jakarta, 26 April 2011
Aida M Affandi
Comments
Post a Comment